10 Bulan Berada di Tempat Terpencil, 4 Turis Ini Kaget saat Tahu Dampak Covid-19 di Bumi

TRIBUNTRAVEL.COM - Virus corona (Covid-19) memang berdampak banyak di berbagai industri di Bumi, seperti penerbangan, perhotelan, pariwisata, hingga bisnis kuliner.

Hampir semua orang sudah tahu betul tentang dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19 tersebut, tapi tidak dengan empat turis ini.

Mereka mungkin termasuk dalam golongan orang yang paling terakhir mengetahui dampak Covid-19 di bumi.

Empat turis ini rupanya telah berada di sebuah tempat terpencil selama 10 bulan.

Mereka berada di Kure Atoll, bagian dari Kepulauan Hawaii Barat Laut yang berjarak 1.300 mil dari Honolulu sejak Februari 2020.

Namun baru-baru ini empat turis tersebut telah kembali ke Hawaii dan mereka melihat dunia yang seolah berbeda.

Baca juga: Turis Ini Kembalikan Pecahan Marmer Romawi Kuno dan Beri Pesan yang Menyentuh

Dunia yang telah dirusak oleh Covid-19 ini telah menghancurkan bisnis, membebani sistem perawatan kesehatan, dan memaksakan aturan baru tentang jarak sosial dan masker wajah.

Selama delapan bulan yang dihabiskan di Kure Atoll, empat turis itu tidak bisa nonton TV, tidak ada layanan seluler, dan akses internet terbatas.

Ilustrasi kawasan Kure Atoll, Kamis (3/12/2020).
Ilustrasi kawasan Kure Atoll, Kamis (3/12/2020). (flickr/Forest and Kim Starr)

Mereka hanya mengandalkan email yang dikirimkan teman dan keluarga untuk mengikuti perkembangan dunia luar.

"Saya sudah mendengar beberapa hal tentang itu (virus)," kata Matthew Butschek II (26).

&;Tapi di antara penyakit lain seperti SARS dan flu babi, saya berpikir, 'Itu hanya hal berikutnya. Tidak ada yang besar.' Aku benar-benar berpikir itu sudah berlalu saat kita semua sampai di rumah. "

Tapi tampaknya apa yang mereka pikirkan adalah salah.

Pulau yang mereka kunjungi adalah rumah bagi ribuan burung dan anjing laut yang terancam punah, dan tidak ada manusia yang tinggal di sana, lapor CNN, Kamis (3/12/2020).

Kure Atoll berada di tepi Kepulauan Hawaii Barat Laut yang tidak berpenghuni.

Sebut saja tempat tersebut sebagai suaka margasatwa yang dikelola oleh Departemen Tanah dan Sumber Daya Alam negara bagian Hawaii.

Setiap tahun, ada dua kru yang diberangkatkan ke Kure Atoll oleh negara bagian dengan jadwal bergilir untuk melakukan penelitian tentang ekosistem pulau tersebut.

Dan empat turis itu turun tangan untuk membantu menjaga suaka margasatwa di sana.

Mereka membersihkan puing-puing, merawat banyak spesies burung yang terancam punah, menghilangkan jenggot mahkota emas yakni tanaman invasif yang berdampak buruk di kawasan Atoll.

Matthew Saunter (35), pemimpin kamp lapangan untuk kru terbaru, telah mengunjungi pulau itu sekira sembilan kali.

Dia mengatakan peneliti relawan tertarik pada janji isolasi total.

"Ini seperti titik di tengah laut," kata Saunter kepada CNN.

"Kami mungkin mendapat pesan dari dunia luar dua atau tiga kali sehari. Itu pasti bisa menjadi daya tariknya."

Awalnya, kru khusus ini diprakirakan akan berangkat ke Kure Atoll pada bulan Maret untuk bertukar dengan kru sebelumnya, tetapi mereka akhirnya berangkat lebih awal, pada bulan Februari.

Mereka juga tinggal sebulan lebih lambat dari jadwal semula dan bertukar dengan kru berikutnya pada akhir Oktober.

Alih-alih menerima pesan ke email pribadi mereka, mereka hanya memberikan satu alamat email yang dapat digunakan teman dan keluarga untuk menghubungi mereka.

Itu adalah satu-satunya akses ke internet yang mereka miliki.

"Rasanya sangat jauh," kata Charlie Thomas, seorang anggota kru berusia 18 tahun.

"Saya hanya melihat beberapa hal di berita. Saya ingat terbang ke Honolulu (pada Februari) pada saat yang sama ketika penerbangan lain tiba dari Jepang. Semua orang di pesawat itu memakai masker."

Dalam pesan yang mereka terima dari teman dan keluarga, mereka sudah tahu apa yang sedang terjadi di dunia.

Akan tetapi soal pandemi Covid-19 yang mereka dengar dan yang mereka lihat secara langsung sangat berbeda.

Bahkan mereka benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di toko-toko yang dikunjungi setelah mereka pulang ke rumah.

TONTON JUGA:

Kini, Thomas, satu-satunyakru penelitiyang bukan dari Amerika Serikat, kembali bersama keluarganya di daerah Auckland, Selandia Baru, setelah menjalani karantina selama 14 hari di sebuah hotel.

Saunter dan anggota kru keempat, Naomi Worcester, tetap di Hawaii sementara Butschek tinggal bersama keluarganya di Texas, yang menjadi negara bagian pertama yang mencapai satu juta kasus virus korona bulan lalu.

"Saya merasa seperti saya masih mempelajari detail segalanya," kata Butschek.

"Tapi untungnya, tidak ada yang saya kenal, tidak ada teman saya, yang didiagnosis dengan Covid."

Jarak sosial dan tindakan karantina telah meredam kepulangan mereka.

"Semuanya sangat aneh," kata Worcester (43) kepada CNN.

"Tadi harus mengucapkan selamat tinggal kepada semua orang di bandara. Aku senang dengan semua makanan enak, makanan tahan busuk, yang bisa kita makan sekarang. Tapi aku belum pernah memeluk sejak aku kembali."

Dan meskipun para kru baru saja menetap di dunia yang menghadapi krisis kesehatan global, penelitian di pulau itu harus dilanjutkan.

"Memulai proses perencanaan sangat menantang," kata Saunter.

"Tapi saat ini kami sedang mencari tim berikutnya."

Baca juga: Raih Sertifikasi CHSE, Kebun Raya Bogor Aman Dikunjungi Turis di Masa Pandemi

Baca juga: Liburan ke Dubai dengan Hasil Tes Covid-19 Palsu, 21 Turis Asal Kenya Ditangkap

Baca juga: Baru Diresmikan, Kereta Mewah di Jepang ini Siap Bawa Turis Menjelajahi Pulau Kyushu

Baca juga: Negara Ini Buka Perbatasan Khusus Bagi Turis Berpenghasilan Minimal Rp 1,2 Miliar Per Tahun

Baca juga: 5 Tempat Wisata Populer Dunia yang Larang Turis Mengambil Foto, Termasuk Menara Eiffel

(TribunTravel.com/Nurul Intaniar)

Temukan solusi untuk kebutuhan transportasi, pengiriman barang, layanan pesan antar makanan, dan yang lainnya di sini.

SHARE : share facebook share twitter share linkedin