Perhatikan Hal Ini Saat Bidik Investasi di Emiten Properti

JAKARTA, KOMPAS.com - Saham emiten properti dinilai masih cukup layak untuk dilirik meski di tengah pandemi. Sebab tak semua perusahaan properti memiliki kinerja yang anjlok, sebagian diantaranya ada yang tertekan tak terlalu dalam.

Seorang Indonesia Value Investor Rivan Kurniawan pun memberikan sejumlah tips dalam berinvestasi di emiten sektor properti.

Ia mengatakan, dari sekitar 700 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, sebanyak 60 di antaranya merupakan perusahaan properti. Maka, tentunya perlu cermat dalam memilih emiten properti yang tepat untuk berinvestasi.

"Sektor properti memang menjadi salah satu sektor yang paling banyak pilihan emitennya," ujarnya dalam webinar IPOT Look 2021, Sabtu (5/12/2020).

Baca juga: Kinerja Indeks Saham Syariah Lebih Rendah dari IHSG, Mengapa?

Menurut dia, hal yang perlu diperhatikan investor adalah kinerja dari sisi marketing sales, tak bisa hanya dari pendapatan. Ini seiring dengan penerapan aturan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 72 mengenai Pengakuan Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan.

Sehingga kini marketing sales yang merupakan target penjualan perusahaan dalam satu periode tertentu, tak bisa diakui sebagai pendapatan sebelum adanya serah terima.

"Jadi misalnya beli apartemen seharga Rp 500 juta dengan DP 100 juta, nah nilai itu dicatat marketing sales dan itu belum bisa dikatakan pendapatan dalam laporan keuangan. Baru bisa dikatakan pendapatan setelah serah terima apartemennya," jelas dia.

Rivan bilang, ketika marketing sales meningkat maka bakal diikuti pula dengan peningkatan pendapatan perusahaan di masa mendatang.

"Saat kuartal III-2020 ini mungkin marketing sales belum terlalu kelihatan, tapi saya memiliki keyakinan tinggi ini akan membaik," imbuhnya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah lokasi dari proyek yang dimiliki perusahaan tersebut. Jika berada di lokasi yang strategis dengan infrastruktur penunjang yang bagus, maka bisa menjadi pilihan bagi investor.

Perhatikan pula landbank yang dimiliki, namun bukan hanya dari sisi luasnya tapi dibandingkan dengan rata-rata penjualan per tahun. Tujuannya untuk tahu kira-kira landbank itu cukup untuk berapa tahun ke depan.

Contohnya, salah satu emiten properti memiliki landbank seluas 695 hektar dengan kisaran penjualan per tahun sebanyak 35-40 hektar. Maka, diperkirakan landbank yang tersebut cukup untuk 15-20 tahun ke depan.

"Jadi cara berpikirnya seperti itu, jangan bandingkan luas lahan, tapi bandingkan dengan waktu. Data itu semua bisa dilihat dalam laporan tahunan emiten," kata Rivan.

Terakhir, perhatikan reputasi emiten. Hal ini bisa dilihat dari peringkat utang (credit rating) perusahaan yang diberikan lembaga-lembaga pemeringkat utang.

Ia bilang, emiten yang punya reputasi bagus biasanya punya pengelolaan keuangan yang baik, sehingga memiliki peringkat utang yang juga baik.

Sebaliknya, emiten dengan reputasi kurang bagus, akan punya kredit rating yang juga kurang bagus seiring dengan pengelolaan keuangan yang buruk.

"Jadi harus mencermati credit rating, kalau misalnya emiten itu sampai gagal bayar ada kemungkinan sahamnya di-suspend BEI, alias dana akan jadi nyangkut. Itu yang dikhawatirkan, jadi perlu perhatikan penilaian rating," pungkas Rivan.

Baca juga: Reksadana Saham Diperkirakan Bakal Hijau hingga Akhir Tahun

Temukan solusi untuk kebutuhan transportasi, pengiriman barang, layanan pesan antar makanan, dan yang lainnya di sini.

SHARE : share facebook share twitter share linkedin