TRAVEL UPDATE: Kopi Santen, Minuman Khas Blora yang Cocok Dinikmati saat Musim Hujan
TRIBUNTRAVEL.COM - Berkunjung ke Blora, jangan lewatkan untuk menikmati ragam kuliner khas di sana.
Kopi Santen, misalnya, minuman khas Blora ini paling cocok untuk dinikmati saat musim hujan seperti sekarang.
Kopi Santen dapat kamu temukan di Warung Kopi Santen Mbah Sakijah.
Lokasinya berada di Desa Jepangrejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Seporsi Cuma Rp 30 Ribu, Bebalung Kelebet Jadi Favorit Wisatawan di Lombok
Warung Kopi Santen Mbah Sakijah lokasinya tidak jauh dari pusat kota Blora, kamu hanya perlu menempuh perjalanan selama lima menit untuk sampai ke lokasi tersebut.
Menurut laporan wartawan TribunSolo, Ilham Oktafian, kopi santen sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu.
"Untuk kopi santen ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Untuk rincinya belum pasti, karena sejak dulu kopi santen suda ada dan sudah turun temurun," kata Ilham.
Ilham mengungkapkan perbedaan kopi santen dengan kopi pada umumnya ini terletak dari proses pembuatannya.
"Jika kopi biasa diseduh dengan air panas, maka kopi santen diseduh dengan air santan," lanjutnya.
Sesuai dengan namanya, kopi santen memang diseduh menggunakan air santan.
Air santan yang digunakan pun baru dibuat ketika pembeli datang memesan kopi santen.
Kamu yang penasaran dengan rasa dari kopi santen bisa mampir ke Warung Kopi Santen Mbah Sakijah.
Satu porsi kopi santen di sini dibanderol dengan harga Rp 5.000 saja.
Tonton juga:
Jangan Buang Tusuknya saat Makan Sate Blora
Sate Blora punya rasa khas yang membuatnya berbeda dari sate-sate lain di Indonesia.
Siang itu, Kompas.com pun bertandang ke sebuah rumah makan sate diBlora.
Asap mengepul di depan rumah makan ini.
Pemandangan khas pedagang sate.
"Jangan buang tusuk satenya, ya," sahut Wakil BupatiBloraArief Rohman yang menemani rombonganKompas.comsaat bertandang keBlora,Jawa Tengah, Kamis (12/9/2019).
Kami pun masuk ke restoran Pak Daman yang spesialis menjual sate dan gule.
Rumah makan ini terkenal diBlorasebagai pilihan untuk menyantap sate khasBlora.
Lokasinya di Jalan Gunung Sindoro, Kelurahan Tempelan, Blora.
Arief kemudian menunjuk ke sebuah meja kosong di rumah makan ini.
Tampak beberapatusuk sateditumpuk dengan rapi di meja tersebut.
Tusuk-tusuk sate tersebut disusun sedemikian rupa hingga berbentuk persegi.
Beberapa meja lain yang baru saja ditinggalkan pelanggannya juga menampilkan pemandangan serupa.
Tusuk satebekas pakai disusun di atas meja.
Beberapa di antaranya tidak disusun hingga menjadi bentuk persegi.
Namun, tusuk-tusuk sate ini disatukan dalam jumlah tertentu lalu dibuat berbaris.
Usut punya usut, kebiasaan diBloraadalah sate disajikan dalam piring penuh.
Jika di Jakarta atau kota-kota lain pada umumnya, sate biasanya diberikan dalam porsi berisi 10 tusuk sate.
Namun diBlora, pelanggan diberikan sepiring penuh berisi sate.
Lalu pelanggan bisa menikmati sate tersebut secara eceran.
Oleh karena itulah, tusuk sate tidak boleh dibuang.
Tusuk sate ini menjadi bukti berapa banyak jumlah sate yang sudah dimakan.
Agar tidak menyusahkan saat menghitung jumlah sate yang sudah dimakan, warga biasanya menyusun tusuk sate per 10 tusuk. Lalu menyusunnya dengan rapi agar mudah dihitung.
Walau begitu, kamu tidak perlu makan sate kelipatan sepuluh.
Karena pada akhirnya, pelanggan bebas makan satuan dan akan dihitung per tusuk, bukan per porsi.
Ini hanya salah satu keunikan dari sate khasBlora.
Penasaran keunikan apalagi dari hidangan ini?
Saatnya agendakan kunjungan ke Blora untuk berwisata kuliner.
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Indahnya Ribuan Bunga di Agro Rumpun Ijo, Cocok Buat Rekomendasi Liburan Akhir Pekan
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Pondok Manggarai, Kawasan Kumuh di Padang yang Disulap Jadi Ruang Terbuka Hijau
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Cicipi Bebalung Kelebet, Sop Tulang Iga Khas Lombok yang Bercita Rasa Pedas
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Jelajahi Makam Tentara Nazi di Bogor, Letaknya Berada di Kaki Gunung Pangrango
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Bendung Gerak Serayu, Bendungan Terbesar di Indonesia yang Dibangun Tahun 1993
(TribunTravel.com/Ratna Widyawati)