
Sejarah Angkringan Pak Gik yang Legendaris di Semarang Sejak Tahun 1967
TRIBUNTRAVEL.COM - Kabar duka, Pak Gik atau H Sugijo pemilik angkringan Pak Gik yang legendaris di Semarang meninggal dunia, Minggu (13/2/2022).
Kabar Pak Gik yang meninggal dalam usia 74 tahun itu viral di media sosial.
Ucapan belasungkawa dari para pelanggan setia dan netizen pun mengalir di dunia maya.
Tak terkecuali di rumah duka yang beralamat di Jalan Karanganyar V, Gabahan, Kota Semarang.
Menurut anak kedua almarhum, Dwi Purwanto (51), ayahnya tiba-tiba demam dan muntah-muntah pada pagi hari.
&;Badannya panas, diberi makan dan minum muntah.
Siang hari saat ambulans yang kami panggil datang, Bapak sudah tidak ada.
Padahal sebelumnya selalu fit dan sering bepergian.
Kemarin-kemarin masih mengunjungi rumah-rumah anaknya,&; ungkap Dwi di rumah duka.
Sejumlah kerabat dan tetangga berdatangan melayat, termasuk beberapa yang merupakan pelanggan setia.
Lantunan doa dan tadarus terdengar dari dalam rumah sederhana tersebut.
Dwi mengatakan almarhum ayahnya sudah tidak datang lagi ke angkringan sejak lima tahun terakhir ini.
&;Bapak sempat mengalami kecelakaan sehingga kakinya patah.
Kemana-mana harus pakai kursi roda dan sejak saat itu jarang ke hik (angkringan),&; imbuhnya.
Sejak memasuki usia lanjut, Pak Gik menyerahkan pengelolaan Angkringan Pak Gik Semarang kepada kedua anaknya hingga saat ini sejak tujuh tahun lalu.
&;Saya akan terus melanjutkan usaha almarhum bapak,&; tandasnya.
Angkringan atau warung sega kucing Pak Gik terletak di Jalan Inspeksi Gajah Mada, khusus buka malam hari hingga subuh.
Jenazah Pak Gik atau Sugijo (74), pemilik angkringan Pak Gik legendaris di Jalan Gadjah Mada Kota Semarang akan dikebumikan pada Senin (14/2022).
Pria yang telah membuka usahanya sejak 1967 tersebut mendadak sakit dan menghembuskan napas terakhir pada Minggu (13/2/2022) siang kemarin.
Dari penuturan sejumlah pelanggan, Pak Gik dikenal sebagai orang yang berjasa kepada pembeli termasuk warga Semarang.
Ravi Candera, mengatakan sejak dahulu banyak teman-temannya yang merasa tertolong dengan kehadiran angkringan yang buka pada malam hari tersebut.
&;Karena dahulu banyak yang beli di sana mengambilnya (gorengan) lima, waktu bayar bilang empat.
Almarhum Pak Gik pantas masuk surga karena telah menolong warga Semarang,&; ujarnya kepada Tribunjateng.com saat melayat di rumah duka di Jalan Karanganyar V, Gabahan, Semarang Tengah, Kota Semarang.
Sementara itu, anak ke-dua Almarhum Pak Gik, Dwi Purwanto, mengungkapkan bahwa ayahnya memang dikenal karena kesabarannya.
Ia meyakini bahwa dulunya Pak Gik pernah didoakan karena menolong seorang kyai hingga menjadi selaris dan seterkenal sekarang.
&;Dulu pernah ada menolong seorang kyai dari Magelang yang ketinggalan bus di Semarang.
Waktu itu bapak tidak tahu siapa orang tersebut, karena kasihan kemudian bapak mengantarkan beliau sampai ke rumah.
Ternyata beliau seorang kyai, setelah itu mendoakan bapak agar laris dan beliau juga pernah datang ke angkringan bersama rombongan dari Magelang,&; ungkapnya.
Dwi menambahkan bahwa pengelolaan angkringan itu akan dilanjutkan olehnya dan adiknya, Indah Septianasari bersama menantu Pak Gik.
&;Bapak berpesan bahwa kalau berjualan itu yang ikhlas.
Karena kalau kita memberi banyak, maka kita akan diberi lebih banyak juga,&; ujar Dwi.
Sejarah angkringan Pak Gik yang legendaris di Semarang
Pak Gik mendirikan angkringannya sejak 1967 di Jalan Gajah Mada Semarang.
&;Dulu awalnya belum gerobak, masih dipikul.
Jualannya sejak usia 14 tahun bersama temannya, jual teh yang sekarang terkenal, ronde, dan jajanan jawa tradisional.
Secara perlahan, jumlah pembelinya semakin bertambah hingga akhirnya seperti sekarang ini.
&;Semua kalangan bahkan pejabat, petinggi anggota Kepolisian, dan lain-lain tak malu datang ke angkringan sederhana ini,&; kata Dwi menceritakan kisah Pak Gik.
Angkringan atau juga biasa disebut hik itu sangat sederhana.
Warung tendaangkringanseperti biasa dan tidak terlalu besar.
Hampir setiap hari saat belum pandemi, angkringan itu selalu dipenuhi pengunjung.
Sejumlah pengunjung tidak hanya menyantap menu tersebut di warung.
Tak sedikit yang memilih membawa makanannya ke trotoar Jalan Gajahmada.
Kemudian menyantapnya sambil lesehan menikmati suasana malam di Semarang.
Menu yang tersaji nasi kucing dengan isian nasi pindang, nasi ati ampela, nasi rica ayam, nasi telur hingga nasi kering tempe yang dibungkus kertas.
Disebut nasi kucing lantaran porsinya yang relatif kecil dan sedikit, tidak jauh dengan porsi makan kucing.
Pilihan lauknya tumpah ruah tersaji di meja angkringan, jenis sangatlah beragam.
Mulai dari gorengan (bakwan, mendoan, tahu bakso), tempura, sosis, martabak telur, lunpia, pangsit dan bermacam sate yaitu sate bakso dan sate kerang.
Untuk nasi kucing dihargai Rp 2.500 per bungkus.
Sedangkan lauk hampir semuanya hanya Rp 500.
Untuk minumnya juga sepertiangkringanpada umumnya, yaitu teh, susu, kopi, jahe, jeruk dan sejumlah minuman sachet.
Saat memesan es teh, minuman sejuta umat itu hanya dihargai Rp 2.500. (*)
Baca juga: Lezatnya Hidangan Penyetan Tombo Lesu di Sukoharjo, Jeroan Sapi Jadi Menu Utama
Baca juga: 6 Tempat Makan Malam Dekat Sirkuit Mandalika, Bisa Dikunjungi Saat Nonton MotoGP 2022
Baca juga: Truntum, Spot Nongkrong Asyik di Dekat Kampus UNS dengan Ragam Spot Instagramable
Baca juga: Museum ini Pamerkan Karya Pablo Picasso yang Belum Pernah Dipajang di Amerika, Seperti Apa?
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun, Pak Gik Pemilik Angkringan Pak Gik Semarang yang Lejen Meninggal
