
Uniknya Hidangan Gudeg Salak di Rumah Makan Pawon Pariyem, Wajib Icip saat Liburan ke Jogja
TRIBUNTRAVEL.COM - Makanan khas Yogyakarta yang sudah terkenal se-Indonesia, gudeg tentu sudah tak asing lagi di telinga traveler pecinta kuliner
Namun, ada satu olahan gudeg yang unik di Jogja yaitu gudeg salak.
Pernahkah traveler mendengar atau mencicipi gudeg salak dari Kabupaten Sleman?
Gudeg merupakan sayur yang terbuat dari nangka muda dan dimasak dengan santan dalam waktu berjam-jam.
Warnanya cokelat dan bercitarasa manis.
Selama ini gudeg dikenal dengan tiga varian, yakni gudeg kering dengan kuah santan kental yang disebut areh, gudeg basah dengan areh encer, dan gudeg Solo dengan areh berwarna putih.
Mengutip laman TribunJogja.com, gudeg salak adalah menu andalan dari rumah makan Pawon Pariyem.
Rumah makan Pawon Pariyem terletak di Pedukuhan Kadisobo II, Desa Trimulyo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Karena terbuat dari buah salak, gudeg salak tak cuma memiliki citarasa manis, tetapi juga asam segar.
Meski rasanya berbeda, tampilan gudeg salak yang berwarna kecokelatan juga sangat mirip dengan gudeg biasa yang terbuat dari nangka muda.

Awal mula dibuatnya gudeg salak adalah keinginan untuk menyelamatkan situasi perkebunan salak saat ini.
Kepala Dukuh Kadisobo II, Mawardi mengatakan kepada TribunJogja.com, "Sekarang salak harganya turun drastis."
"Tanaman salak banyak yang dibabat habis karena petani merugi."
"Jadi saya dan warga berusaha mencari jalan keluar."
Mawardi menuturkan, di tangan pedagang buah biasanya satu kilogram salak dari petani akan dihargai Rp1.500,00.
Namun ia berani mematok harga tinggi, yaitu Rp3.000,00 hingga Rp4.000,00 per kilonya.
Strategi ini dilakukan agar para petani tetap mau menanam salak meskipun saat ini harganya di pasaran sedang jatuh.
"Jadi mereka tetap dapat keuntungan, kebunnya pun tidak perlu dibabat," jelas Mawardi.
Mawardi menyebutkan, tidak ada perbedaan mencolok dalam bahan-bahan untuk membuat gudeg salak.
Semua bumbu masih sama dengan bumbu gudeg biasa.
Termasuk lembar daun jati untuk mengeluarkan warna khas gudeg.
Namun perbedaannya hanya terletak pada pengolahan salaknya.
Buah salak diolah sedemikian rupa hingga daging buahnya menjadi empuk dan mudah untuk dikonsumsi.
"Potongan-potongan buah salak kita rendam dalam air kapur selama 1 hingga 2 jam supaya kenyal," papar Mawardi.
Berkat inovasi yang tergolong unik ini, Desa Trimulyo Sleman berhasil memenangkan kompetisi kuliner antar desa wisata.
Gudeg Salak mampu mengalahkan 43 pesaing dalam kompetisi tersebut.
Selain Gudeg Salak, Pawon Pariyem yang dikelola oleh BUMDes Trimulyo menyajikan olahan salak lainnya.
Seperti pia salak, jenang salak, keripik salak, dan cocktail salak.
Sementara, satu minuman yang diunggulkan di Pawon Pariyem adalah Jaserlak (Jahe sereh salak).
Disajikan hangat dalam teko, minuman ini cocok dinikmati bersama gudeg salak.
Seporsi gudeg salak dijual dengan harga Rp 23 ribu, lengkap dengan berbagai lauk pendampingnya.
Suasana makan pun semakin sempurna lantaran Pawon Pariyem dibangun dengan konsep alam yang begitu natural.
Selagi makan, pengunjungnya juga bisa menikmati gemerisik angin dan suara air di kali tepat sebelah bangunan warung.
Usai membuat gudeg salak, Mawardi menuturkan pihaknya sedang berusaha mengembangkan menu tersebut ke dalam bentuk lain.
Rencananya, ia bersama warga desa akan membuat varian gudeg salak dalam bentuk kering.
Hal ini dilakukan agar menu andalan ini semakin mudah dikenalkan secara luas ke masyarakat.
"Nanti biar bisa dibawa sebagai oleh-oleh," ungkap Mawardi.
&; 6 Kuliner Bengkulu Paling Favorit untuk Menu Makan Siang, Aneka Olahan Ikan hingga Kikil
&; 5 Kuliner Khas Aceh dengan Cita Rasa Rempah yang Lezat , Ada Bu Sie Itek hingga Keumamah
&; 5 Warung Mi Ayam Pedas di Jogja, Bisa Minta Cabai Sesuai Selera di Mie Ayam 77 Bu May
&; Imbas Covid-19, Penjaga Menara London yang Ikonik Terancam Diberhentikan
(TribunTravel.com/Rizki A. Tiara)
