Kisah di Balik Permintaan Bocah Rambut Gimbal dalam Acara Dieng Culture Festival
TRIBUNTRAVEL.COM - Bocah bajang atau yang dikenal dengan bocah rambut gimbal menjadi daya tarik tersendiri dalam gelaran Dieng Culture Festival (DCF) 2022.
Prosesi ruwatan bocah rambut gimbal bahkan sukses mencuri perhatian para penonton yang hadir.
Terlepas dari hal itu, bocah rambut gimbal ternyata memiliki sederet fakta unik yang menarik untuk dibahas.
Satu di antaranya adalah permintaan khusus bocah rambut gimbal sebelum mengikuti ruwatan.
Baca juga: Ketinggalan Dieng Culture Festival 2022? Jangan Lewatkan Festival 1001 Lampion Terbang
Melanisr rilis resmi Kemenparekraf, Minggu (11/9/2022), permintaan yang diajukan bocah rambut gimbal terbilang sangat unik dan spesifik.
Permintaan tersebut berdasarkan keinginan si bocah sendiri tanpa ada paksaan dan masukan dari orang tua.
Ada yang meminta mandi salju, ada yang meminta kambing, hingga ada pula yang meminta meri atau anak bebek dua ekor berwarna kuning.
Berbeda dengan permintaan anak-anak lainnya, Yumna Arsyla Kinasti (5), salah satu dari 15 anak yang mengikuti ritual, memiliki permintaan yang semua barangnya harus berwarna merah muda (pink) dan bergambar kuda poni.
Putri ketiga dari pasangan Wagiyo (42) dan Sifit Nur Aini (35) itu meminta sepeda, baju, kacamata renang, hingga baju renang yang tentunya serba pink.
Sifit pun bercerita, tingkah laku Syla sapaan akrab Yumna Arsyla Kinasti berbeda dengan kedua kakak laki-lakinya yaitu Afrizal Bagas Sugiarto (16) dan Rafa Maulana Sugiarto (9) yang begitu pendiam.
&;Syla anaknya aktif banget beda sama kakaknya. Kalau minta memang harus dituruti. Dia itu cepat akrab sama orang,&; ujarnya.
Sekilas, Syla tampak seperti layaknya anak kecil pada umumnya, tingkahnya lucu dan menggemaska.
Baca juga: Penonton Dieng Culture Festival 2022 Ada yang Kena Hipotermia, Dievakuasi Pakai Tandu
Sesekali ia juga melempar senyuman ke orang di sekelilingnya, termasuk pendatang.
Dalam mitologi Dieng, bocah bajang atau anak berambut gimbal dianggap sebagai titisan para leluhur Dieng Plateau.
Untuk anak laki-laki, rambut gimbal sebagai tanda titisan Kiai Kolodete, yaitu penguasa Dataran Tinggi Dieng yang bersemayam di Telaga Balaikambang.
Adapun rambut gimbal pada anak perempuan dianggap sebagai titisan Nyai Dewi Roro Ronce, abdi penguasa Pantai Selatan Nyai Roro Kidul.
Sifit menceritakan kepada pengunjung saat berjumpa di kediaman mbah Sumanto, pemangku adat di Dieng Kulon, awal mula saat mengetahui putri bungsunya itu memiliki rambut gimbal ketika Syla berumur dua tahun.
Sebelum rambut gimbalnya muncul, Syla demam hebat berhari-hari.
Hingga dibawa ke dokter pun, Syla tak kunjung membaik.
&;Demam tinggi berhari-hari waktu ia umur dua tahun,&; katanya.
Keunikan lainnya muncul saat Syla berumur 4 tahun persis saat pandemi melanda tanah air.
Jika ada orang yang akan meninggal biasanya ia mengalami saat-saat ketakutan selama beberapa waktu.
&;Bilanh emoh-emoh (tidak-tidak) seperti melihat sesuatu gitu. Dan ternyata setelah itu, ada kabar tetangga meninggal dunia. Ketakutan Syla itu terus berulang selama satu tahun," tutur Sifit.
"Hingga akhirnya Syla sudah tidak seperti itu lagi, mungkin karena sudah terbiasa, lantaran pandemi COVID-19 waktu itu banyak menyebabkan korban jiwa,&; ujarnya.
Sang Ayah Wagiyo pun berharap dengan mengikuti upacara rambut gimbal, putrinya bisa kembali normal seperti anak-anak lainya.
Baca juga: Rekomendasi 5 Tempat Wisata di Dieng, Termasuk Telaga Warna yang Populer
&;Setelah diruwat nanti, kami inginnya Syla jadi anak soleha, anak yang pinter, dan seperti anak-anak umumnya,&; kata Wagiyo.
Keesokan harinya, Syla bersama 15 orang teman gimbalnya sudah siap mengikuti ritual ruwatan dengan berpakaian serta putih dibalut kain batik berwarna ungu sebagai bawahannya.
Tak lupa sehelai benang untuk ikat kepala putih juga disematkan.
Ritual dipandu oleh pemangku adat bernama Mbah Sumanto.
Setelah diarak menggunakan kereta kuda, Ritual Jamasan dilewati Syla bersama teman senasibnya sebelum akhirnya prosesi pemotongan rambut di Candi Arjuna dilakukan.
Kesakralan prosesi adat pencukuran pun semakin kental dengan iringan suara gending Jawa dan suluknya.
Ada &;mantra&; yang diucapkan saat prosesi dimulai.
Pengantarnya seperti, &;Sang maha wiku, pangaksama tusadyo, loka pati pitaka, katemah bagya&;.
Baca juga: Harga Tiket Masuk Maha Sky Batu Angkruk Dieng, Destinasi Populer untuk Menikmati Sunset
Lanjutannya, &;pangeranku imam banyu putih witapa, banyu abang seka si biyung, adem tan winasa&;.
Beberapa mantra yang dipanjatkan, seperti &;ya marani nira maya&; yang berarti dijauhkan siapapun yang akan berbuat jahat.
Lanjutannya, &;ya silapa palasia&; dengan maksud orang yang menyebabkan kelaparan justru memberikan makannya.
Atau, &;jamiroda doramiya&; yang artinya mereka yang suka memaksa justru memberikan kebebasan.
Setelah potong rambut dan rambutnya dilarung ke telaga Balekambang, Syla akhirnya mendapat apa yang ia inginkan.
Saking senangnya, sepeda berwarna pink langsung ia tunggangi untuk dibawa pulang.
Keberadaan bocah rambut gimbal di Dieng memberikan gambaran bahwa dalam diri manusia yang serba kekurangan, lemah, dan cacat bertahtalah Yang Maha Sempurna.
Serta dalam usahanya mengharmoniskan antara sifat yang serba kurang, lemah, dan cacat di satu sisi dan sifat yang serba sempurna di sisi yang lain.
Tidak ada kesan untuk mengeksploitasi bocah rambut gimbal dalam perhelatan tersebut demi sebuah materi, justru membantu keluarga di wilayah itu untuk melestarikan sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui sebuah acara bertajuk Dieng Culture Festival.
Bocah rambut gimbal boleh jadi merupakan fenomena langka, namun keberadaannya mencerminkan bahwa ada budaya yang harus dilestarikan agar tak lekang seiring zaman.
Baca juga: Hadiri Dieng Culture Festival 2022, Sandiaga Uno: Potensial Jadi Event Kelas Dunia
(TribunTravel.com/mym)
Baca selengkapnya soal artikel viral di sini.