Menilik Alun-alun Keraton Surakarta, Kawasan Penuh Sejarah dan Warisan Budaya di Kota Solo

TRIBUNTRAVEL.COM - Berbicara soal pariwisata Kota Solo, tentu tak lepas dari kehadiran Keraton Surakarta.

Keraton Surakarta merupakan sebuah warisan budaya Jawa di Kota Solo, Jawa Tengah.

Alun-alun Keraton Kasunanan Surakarta, Solo, Jawa Tengah.
Alun-alun Keraton Kasunanan Surakarta, Solo, Jawa Tengah. (Dok. Pemkot Solo)

Tak hanya berupa fisik bangunan, Keraton Surakarta juga memiliki warisan berupa benda artefak, seni budaya serta adat istiadat.

Bahkan Keraton Surakarta memiliki budaya dan tradisi yang kental dan masih terjaga hingga sekarang.

Baca juga: Peran Pura Mangkunegaran Solo Sebagai Pusat Kesenian Jawa, Sukses Lestarikan Karya Raden Mas Said

Melansir situs resmi Pemkot Solo, Rabu (21/9/2022), Keraton Surakarta didirikan oleh Pakubuwono II pada tahun 1744 silam.

Masih bersaudara dengan Keraton Kesultanan yang ada di Yogyakarta, keduanya memiliki bangunan dan budaya yang hampir mirip.

Satu di antaranya tercermin dari keberadaan alun-alun di dekat bangunan keraton.

Baik Keraton Surakarta maupun Keraton Yogyakarta masing-masing memiliki dua buah alun-alun.

Alun-alun tersebut juga mempunyai nama yang sama, yaitu alun-alun lor dan alun-alun kidul.

Alun-alun lor Keraton Surakarta merupakan kawasan yang berada paling depan dari wilayah keraton.

Lokasi alun-alun ini berada di dekat dengan Pasar Klewer, dan dijadikan sebagai akses masuk ke keraton melalui pintu sebelah utara.

Baca juga: Night Market Ngarsopuro, Tempat Wisata Malam yang Asyik Buat Belanja ; Kulineran di Solo

Terdapat sebuah gapura pada sebelah utara alun-alun yang bernama Gapura Gladag.

Pada zaman dulu, di alun-alun lor terdapat beberapa bangunan dengan berbagai fungsinya masing-masing.

Sebelah barat, terdapat pakapalan yang digunakan sebagai tempat menambatkan kuda para abdi dalem dari berbagai daerah yang akan menghadap raja.

Kemudian sebelah tenggara, berdiri bangsal patalon sebagai tempat gamelan setu yang dibunyikan untuk mengiringi latihan prajurit keraton.

Lalu pada bagian tengah terdapat terdapat dua pohon beringin yang dikurung didalam pagar.

Masyarakat memberi makanan kepada kerbau Kyai Slamet di Alun-alun Kidul Keraton Surakarta.
Masyarakat memberi makanan kepada kerbau Kyai Slamet di Alun-alun Kidul Keraton Surakarta. (TribunSolo.com/Bayu Ardi Isnanto)

Sedangkan pada sebelah barat terdapat Masjid Agung yang dijadikan tempat sebagai pusat agama Islam.

Sementara sebelah barat daya dan timur laut terdapat pintu gerbang Slompretan dan Batangan.

Selain alun-alun lor, Keraton Surakarta juga memiliki alun-alun kidul.

Alun-alun kidul dijadikan sebagai pintu masuk ke keraton melalui pintu sebelah selatan.

Pada alun-alun terdapat benteng yang mengelilinginya, disebut sebagai Gapura Gadhing.

Sama halnya dengan alun-alun lor, di alun-alun kidul juga terdapat dua buah pohon beringin kembar yang terletak tepat di tengah-tengah alun-alun.

Baca juga: Jadwal Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari Solo Periode September 2022

Menariknya, alun-alun kidul menjadi tempat untuk merawat kebo bule Kyai Slamet yang biasa dikirab pada acara Gerebek Satu Suro.

Di alun-alun kidul juga terdapat 2 buah gerbong kereta bersejarah yang diletakkan disebelah kanan dan kiri pintu sebelum masuk ke area keraton.

Gerbong tersebut merupakan kereta pesiar dan kereta jenazah peninggalan Pakubuwono X, raja yang paling lama memerintah dalam sejarah Keraton Surakarta.

Nah, masing-masing gerbong kereta ternyata memiliki sejarah dan fakta yang menarik untuk dibahas.

Kereta Pesiar Pakubuwono X

Kereta pesiar Pakubuwono X di Alun-alun Kidul Keraton Surakarta.
Kereta pesiar Pakubuwono X di Alun-alun Kidul Keraton Surakarta. (Dok. TribunTravel)

Kereta ini dahulunya diberangkatkan dari Stasiun Solo Jebres.

Kala itu, Pakubuwono X menggunakan kereta pesiar untuk meninjau pabrik gula atau kunjungan ke berbagai wilayah.

Tak hanya sang Raja, kereta pesiar tersebt juga digunakan bersama-sama oleh keluarganya.

Pada tahun 1960, kereta pesiar Pakubuwono X sempat mengalami pemugaran.

Bahkan hingga tahun 1985, kereta ini masih berada di Semarang untuk pajangan di Stasiun Semarang Tawang.

Barulah pada pada tahun 1990-an, kereta pesiar Pakubuwono X dibawa kembali ke Solo.

Kereta pesiar ini memiliki keunikan tersendiri dengan adanya fitur pendingin udara.

Baca juga: Keliling Kota Solo Layaknya Raja dan Ratu Naik Kereta Kencana, Simak Cara Sewa hingga Tarifnya

Tentunya, teknologi tersebut dinilai sangat canggih pada saat itu.

Menariknya, pengdingin udara tidak menggunakan freon, melainkan es batu.

Kemudian, air dari es batu yang mencari tersebut bisa digunakan untuk mencuci tangan di wastafel.

Untuk desain kereta pesiarnya, Pakubuwono X terjun langsung untuk memberi masukan kepada perusahaan Werkspoor di Belanda.

Kini, gerbong kereta pesiar milik Pakubuwono X ini ditempatkan di sebelah timur Alun-alun Kidul Keraton Surakarta.

Kereta Jenazah Pakubuwono X

Kereta jenazah Paku Buwono X yang ada di Alun-alun Kidul Keraton Surakarta.
Kereta jenazah Paku Buwono X yang ada di Alun-alun Kidul Keraton Surakarta. (TribunTravel/Mym)

Tak hanya kereta pesiar, traveler juga bisa melihat kereta jenazah Pakubuwono X selagi berkunjung ke Alun-alun Kidul Keraton Surakarta.

Kereta jenazah tersebut menjadi salah satu benda heritage bagi sejarah Keraton Surakarta dan juga perkeretaapian Indonesia.

Dahulu, Pakubuwono X memang merancang dan memesan langsung kereta jenazah ke perusahaan kereta api Wekhspoor di Amsterdam, Belanda.

Rancanganya sudah dipersiapkan sejak sekira tahun 1909-1920, namun kereta tersebut baru jadi pada 1914.

Setelah rampung, kereta dibawa ke Hindia Belanda pada 1915 oleh perusahaan NIS yang dulu bertempat di Lawang Sewu, Semarang.

Menariknya, kereta ini baru digunakan satu kali saja, yaitu pada tahun 1939 untuk mengangkut jenazah Pakubuwono X dari Solo ke Jogja dan kemudian dimakamkan di Imogiri.

Kala itu, kereta jenazah Pakubuwono X berangkat dari Stasiun Solo Balapan dan berhenti di Stasiun Tugu Jogja.

Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan kereta kuda.

Pada tahun 1989, kereta jenazah Pakubuwono X sempat ditempatkan di Balai Yasa Jogja untuk perbaikan dan servis.

Setelah itu, kereta masih berada lama di Jogja hingga akhrinya kini ditempatkan di Alun-alun Kidul Keraton Surakarta.

Lantas, mengapa kereta jenazah tersebut tidak ditempatkan di museum?

Alasannya karena kereta jenazah Pakubuwono X dianggap dan dihormati sebagai pusaka keraton.

Bagi traveler yang ingin melihat, bisa datang langsung ke Alun-alun Kidul Keraton Surakarta di bagian barat.

Ternyata, ada alasan khusus mengapa kereta jenazah tersebut ditempatkan di bagian barat.

Barat memiliki arti matahari terbenam, bisa juga diartikan berakhirnya sebuah hari atau berakhirnya sebuah kehidupan.

Para pengunjung diperbolehkan untuk berswafoto di kedua gerbong, namun harus tetap menjaga sopan santun dan kebersihan di sekitar area.

Sebagai informasi, Alun-alun Keraton Surakarta berlokasi di Jalan Gading, Gajahan, Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Baca juga: Menilik Monumen Pers Nasional, Bangunan Ikonik di Kota Solo yang Penuh Sejarah

(TribunTravel.com/mym)

Baca selengkapnya soal rekomendasi wisata di sini.

Temukan solusi untuk kebutuhan transportasi, pengiriman barang, layanan pesan antar makanan, dan yang lainnya di sini.

SHARE : share facebook share twitter share linkedin