Filosofi Tumpeng, Representasi Hubungan Manusia yang Dalam
KOMPAS.com – Nasi tumpeng sering dihidangkan di acara perayaan atau syukuran yang di Indonesia, khususnya di Jawa.
Namun lebih dari itu, nasi tumpeng juga punya makna filosofis yang indah.
Nasi tumpeng adalah bentuk representasi hubungan antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan sesamanya.
Baca juga: Arti Nama Tumpeng, Ketahui Juga Makna Jumlah Lauknya
“Dalam Kitab Tantupanggelaran (kitab dari zaman Majapahit) diceritakan saat Pulau Jawa berguncang," jelas pengajar Sastra Jawa di Universitas Indonesia Dr Ari Prasetiyo, S.S., M.Si saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/8/2017).
"Batara Guru dalam konsep Hindu memerintahkan membawa Puncak Mahameru India untuk menstabilkan Pulau Jawa dan jadilah Gunung Semeru di Jawa Timur,” lanjutnya.
Kata Ari, manusia memahami konsep Ketuhanan sebagai sesuatu yang besar dan tinggi serta berada di puncak. Maka dari itu manusia juga percaya para dewa berada di Puncak Mahameru.
Nasi tumpeng ini yang kemudian jadi representasi dari puncak gunung atau konsep ketuhanan. Itulah makna dari bentuk nasi tumpeng yang mengerucut dan menjulang tinggi (vertikal).
Baca juga: Jangan Potong Puncak Tumpeng, Begini Cara yang Benar
Tak itu saja, isian nasi tumpeng juga punya filosofi sendiri. Biasanya isian nasi tumpeng diletakkan secara horizontal.
Peletakan secara horizontal merupakan lambang hubungan manusia dengan sesamanya. Sementara keragaman lauk pauk menurut Ari, jadi lambang kehidupan dunia yang kompleks.
“Dalam konsep Jawa dikenal ungkapan 'sangkan paraning dumadi' (tahu dari mana dan akan ke mana segala makhluk), 'mulih ing mulanira’ (kembali ke asalnya),” terang Ari.
“Agar kembali ke Tuhan atau kaitannya dengan konsep surga dan neraka, manusia harus berbuat baik dan berhati-hati dalam hidup di dunia yang penuh karut marut seperti lambang dari lauk pauk nasi tumpeng,” pungkasnya.